Mencari Identitas Masisir
Setiap orang yang melangkahkan kaki ke dunia pendidikan pastilah memiliki maksud dan tujuan yang berbeda yang akhirnya menuntunnya pada suatu target yang diinginkan. Kita tidak hanya hidup sebagai insan Akademis namun kita Juga terlahir sebagai insan moralitas. Jadi, harus ada titik temu diantara keduanya. Oleh karena itu kita harus bisa menyesuaikan diri kita( social humanity). Baik dalam lingkungan Pribadi ataupun lingkungan umum.
Setidaknya, untuk bisa melangsungkan kehidupan yang akan kita jalani. Kita harus bisa beradaptasi dengan lingkungan mahsaiswa mesir (masisir). Terlepas dari semua itu kita juga harus bisa memanfaatkan waktu sebaik mungkin. menengok sejarah yang lalu, Ketika kita datang pertama kali ke Ranah perbincangan masisir, karena ketika itu secara otomatis kita sudah masuk dalam kategori masisir. Demikian halnya kita tidak luput dengan apa yang akan kita capai. Seandainya kita ditanya oleh orang lain. Apakah tujuan anda ke Mesir? Pastilah kita akan menjawab "untuk belajar." Namun kenyataan tidak selalu lurus dengan apa yang kita cita-citakan dari awal. Niat kita yang utama kadang akan mulai tersingkir dengan sesuatu hal yang sangat sepele dan terkadang akan membuat kita ragu ataupun bahkan banyak kendala yang menghalau ,sehingga niat kita akan luntur dengan sendirinya. Hendaknya kita harus memanfaatkan kesempatan emas sebagai insan akademis sebagai duta bangsa yang akan mengharumkan nama negara. Namun sebagai insan akademis, Masisir memiliki berbagai musykilat yang sangat kompleks. Baik dari segi finansial ataupun bangku perkuliahan. Yaitu: gagalnya upaya mencapai cita-cita sebagai mahasiswa yang berakademis. Akademis disini bukan berarti berangkat ke kuliah setiap hari.Tapi akademis yang menyadari dirinya sebagai insan penuntut khazanah, haus akandinamika keilmuan dan selalu tertantang oleh hal-hal yang berbau keintelektualan.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, terutama pasca kedatangan Camaba, dinamika Masisir terlihat seperti busa menggelembung. Mari kita cermati bersama jumlah person yang datang ke Mesir dari tahun ke tahun terus bertambah, instansi kekeluargaan; almamater dan lain sebagainya. Semua itu menandakan miniatur betapa Masisir berkuantitas.Namun bukan rahasia lagi bahwa kuantitas masisir dan kualitas nya tidak sebanding,ironis memang. Namaun, itu adalah PR kita yang akan kita jawab bersama.
Berbagai macam orang dari suku daerah diseluruh penjuru tanah air membendung pada muara yang sama. Yaitu sebagai insan akademis yang memangkul jabatan Masisir. Yang memenuhi negara Mesir khususnya..
Kelompok-kelompok tersebut berjubel tumbuh bak parasit di belantara. Ini merupakan dinamika berharga yang harus disyukuri. Tapi juga harus disadari, dinamika tersebut masih menyisahkan problema juga, akses akademik di dalamnya belum sepenuhnya bisa dinikmati terutama dalam bidang keintelektualitas dan intregitas mahasiswa..
Di satu sisi, fenomena tersebut amat menggembirakan karena mencerminkan kreatifitas mahasiswa yang diminati oleh berbagai orang dipenjuru nusantara.
Secara garis besar, kedudukam Masisir sebenarnya merugi. Mari kita runut dari awal, sebenarnya penjejalan dunia studi di Al-Azhar tidak memungkinkan mengiring mereka ke ranah “Pencerahan”. Bukan rahasia lagi, kepekaan kampus kita perlu dipertanyakan kembali, mampukah generasi terdidik di sana bisa berkiprah dalam gegap-gempita pentas dunia yang tidak pernah mereka temui di diktat kuliah. Namun kenyataanya, dominasi peran alumnus Al-Azhar sedikit ditemui bahkan jarang sekali dan bahkan tepatnya tidak ada.Akademis itu memang sebuah keniscayaan, karena itu lah mahasiswa diciptakan. Maka dari itu Masisir harus menuntutnya, bahkan hingga titik darah penghabisan. Disadari atau tidak, kemelut pendidikan tidak mencerahkan di Al-Azhar, sangat sedikit impian cemerlang yang gemilang. Sudah barang tentu generasi muda dibuat penat, alih-alih mereka mengharap iklim kondusif studi, namun yang ada hanya “ketidaktahuan”.
Memang sistem yang ada dalam dunia perkuliahan di Al-Azhar tidak cocok jika kita hanya mengandalkan bangku perkuliahan tersebut.
Mungkin terdapat segelintir Masisir yang mengetahui serta paham problema yang diderita ketidakakdemisan Al-Azhar. Mereka adalah komunitas yang dibesarkan dan matang secara intelektual dengan jalur otodidak. Karena mengharap akademis di kampus lalu kecewa, akhirnya mencari terobosan baru, memasuki lini lain dengan cara berdinamika yang jelas, dan tentunya cocok dengan metode belajar yang mereka terapkan. Masisir harus keluar dan berani menjejalkan “kritik diri” bahwa dirinya sebagai mahasiswa yang seyogyanya harus berakademis.
Maka, saat kampus tidak menorehkan titah itu, mereka wajib `ain untuk mengejarnya. Melalui urun rembuk dalam forum ataupun kajian ilmiah yang bisa mencerahkan, hingga membuat mereka sibuk dan selalu kepikiran menyangkut permasalahan intelektual, dalam hal ini kita boleh menyebut mereka sudah termasuk dalam kategori insan akademis. Itu lah mahasiswa, itu lah sebenarnya dunia mereka, dan itu lah identitas mereka.berusaha dan bergerilya sendiri.dengan berbagai suasana-suasana yang membosankan. Sehingga kita sebagai insan akademis harus bisa mencapai apa yang kita inginkan dan menyelaraskan kehidupan dengan aturan yang berlaku pada diri kita sendiri. Dan jika kita termasuk dalam kategori insan yang non-akademis. Marilah kita memulai dari langkah yang paling awal untuk memulainya. Yang akan menjadi tauladan bagi masyarakat nanti jika kita sudah kembali ke Tanah Air. Akhirnya, perjuangan tidaklah sesulit yang kita bayangkan. Dan pastilah akhir perjuangan akan menghasilkan sesuatu yang menyenangkan..
Yang Tak Berbeda Dengan Kebiadaban Israel
Palestina semakin terpojok secara militer dan politik. Namun seperti biasanya, pemimpin Arab diam seribu bahasa. Sejarah mengatakan bahwa pemimpin Arab adalah orang-orang yang selalu terjebak dengan kepentingan diri dan kelompoknya saja. Iraq melihat Iran dari sisi Syiahnya, Iran memandang Saudi dari Wahabinya, begitu juga Saudi melihat Iraq dari sisi Sunninya. Sedang Mesir memilih diam untuk mengamankan posisinya. Ego promordial ini yang kemudian memunculkan keengganan untuk prihatin terhadap sesama Arab, bahkan terkadang menimbulkan pertikaian berdarah.
Konflik sektarian diatas jelas merupakan peluang bagi Amerika untuk segera mendulang keuntungan politik. Karena untuk memenangkan konflik dengan saudaranya sendiri, sebagian negara-negara Arab akhirnya harus menjalin hubungan manis dengan AS. Padahal nyata-nyata mereka mengecam AS dan sekutunya sebagai negara yang mendalangi seluruh konflik di kawasan Timur Tengah.
Arab Saudi dan Mesir adalah segelintir dari negara tidak konsisten terhadap sikap politknya. Ketika palestina disergap kebiadaban Israel, segera mereka mengutuknya. Namun dibalik sikap politknya itu, Saudi dan Mesir juga menjalin skandal Ekonomi dan Militer dengan AS. Hanya sedikit negara Arab berani menanggung resiko hidup miskin tanpa bersentuhan dengan Amerika, seperti halnya Iran dan Libya.
Dan kemarin korban jatuh lagi. Lebanon meradang kesakitan, akibat kekejian militer Israel. Dan sama; masih seperti yang dulu lagi, negara-negara Arab tetap saja membiarkan pembunuhan besar-besaran terhadap apa yang disebut Israel sebagai "para teroris". Hanya Iran yang dengan sedikit keberaniannya berani terang-terangan prihatin dengan keadaan tersebut.
Sungguh mengherankan sekali, negara Arab yang begitu banyak jumlahnya bisa dibuat tak berkutik oleh negara yang hanya mempunyai wilayah kecil seperti Israel. Bahkan Liga Arab sebagai forum persatuan negara Arab, ibarat forum arisan saja, lebih banyak berkumpul untuk membahas isu, dari pada berkerja untuk mengimplementasikan solusi. Jadi kalau orang berangan-angan bahwa suatu saat negara-negara Arab berkumpul dalam satu visi, kemudian ramai-ramai mengeroyok Israel adalah sebuah fantasi yang konyol.
Negara-negara teluk seakan tidak sadar bahwa zionisme adalah bagian dari rencana dan strategi AS untuk mewujudkan "Israel Raya". merupakan horor bagi seluruh kawasan Timur-Tengah. Namun justru ini yang tidak pernah disadari oleh bangsa-bangsa Arab. Mereka tetap merasa nyaman dengan cadangan sumber daya alam dan minyak yang melimpah ruah. Sehingga melanggengkan praduga bahwa tidak mungkin bagi AS dan sekutunya mengusik negeri-negeri petrodolar tersebut. Tapi konpensasi politik apa yang akan diterima jika tambang minyak dan sumur-sumur gas sudah tidak menghasilkan apa-apa lagi ?. Jelas tidak sebanding dengan isy baladi yang diberikan Amerika kepada Mesir, atau jaminan militer yang ditermia Arab Saudi.
Mungkin ada benarnya pendapat yang mengatakan bahwa kebangkitan Islam sudah tidak mungkin diharapkan lagi kemunculannya dari Timur Tengah. Tumpuan umat Islam sekarang harus berpindah kepada negara-negara berkembang seperti Malaisyia dan Indonesia.
Lebanon dan Palestina adalah penguji bangsa Arab. Sejauh mana komitmen mereka untuk menghadang kezaliman AS dan Israel yang semakin tak terkendali. Sedang sampai saat ini, sikap yang ditampilkan jelas jauh untuk dikatakan memperjuangkan rakyat Palestina dan Lebanon. Malahan cenderung menutup mata terhadap kebiadaban Israel. Walaupun dengan kekuatan militer, sebenarnya mereka mampu meminimalisirnya. Ini berarti sama halnya dengan berbuat kebiadaban itu sendiri. Jadi negara-negara Timur Tengah yang diam dengan kebiadaban yang menimpa saudaranya, sama biadabnya dengan Israel itu sendiri. Sebab pada hakekatnya, ada dua model kejahatan, yang pertama membuat kejahatan itu sendiri, dan yang kedua; membiarkan kejahatan merajalela di sekitarnya.
Aroma Cinta
Kehidupan yang terbiasa dan terlaksana sungguh indah jika dimaknai dan dihiasi dengan rasa cinta. Karena dengan cinta bisa merubah segalanya. Yang jahat menjadi baik, yang kasar menjadi Halus bahkan yang murka menjadi luluh. Itulah pengaruh cinta yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Sebenarnya kalau kita jeli dan teliti, kita dapat merasakan, mengetahui dan mendalami arti cinta. Jika kita lihat kalimat al-Hub dalam bahasa arab, kedua huruf tersebut, ha’ dan ba’ merupakan huruf yang terlepas dari tekanan suara, ia bebas lepas dari kepentingan-kepentingan lidah yang biasa bersilat, keluar begitu saja. Begitulah cinta, tidak bisa dibuktikan dengan kata-kata, suara atau rayuan. Melainkan diekspresikan dengan tindakan kongkrit. Itu merupakan bentuk kebebasan cinta. Yang tidak bisa dipaksa untuk datang secepatnya. Atau diundur selang beberapa waktu. Artinya, Kita mengharapkan Cinta datang tepat pada waktunya.
Namun itu bukanlah cinta. Cinta itu ada getaran hebat jika kita mendengar nama yang kita cintai. Sebagaimana yang diterangkan dalam Ayat Al-Qur’an bahwa seorang mukmin akan bergetar hatinya jika nama Tuhanya itu dilantunkan. Hanya saja kita harus memaknainya dengan keselarasan cinta yang sebenarnya. Yaitu cinta kepada Tuhan dan Rosulnya.Tuhan menganugrahkan cintanya tidak kepada sembarang orang. Suara hati lebih jernih mengungkapkan dan menangkap saripati cinta. Sebab undang-undang cinta berada di tangan-Nya, bukan di tangan si pecinta dan orang yang dicintai, kita tidak dapat memilih dan memilah cinta, tapi cintalah yang menghampiri dan menjemput kita. Tatkala kita didatangi cinta, berarti timbullah benih-benih cinta dalam hati. Al-Insan ma'dan (manusia adalah logam). Lantas, apakah kita menjadi emas (yang merasa berharga tinggi), besi (yang bisa tertarik dengan magnet) atau logam-logam lainnya. Tentu andai kita merasa menjadi emas, kita tidak akan pernah mencintai, percaya dan mengikuti Baginda Rasul, para pendahulu dan para penerusnya. Lain halnya jika kita menjadi besi maka kita akan selalu condong tertarik oleh magnet. Dengan kata lain, andaikan diperintah untuk memilih, maka magnet akan memilih emas sebagai logam mulia, tapi kenapa besi yang tertarik, itulah rahasia cinta, Allah-lah yang lebih mengetahui. "Innallaha indal-munkasirati qulubuhum". Artinya; Allah-lah yang menganugerahi luluh lantaknya hati bersama dengan cinta. Sedangkan definisi cinta adalah Mayalanul-qalbi bitthabi'ah li irdha'ilmahbub. Artinya; Kecendrungan hati secara alami untuk mencari ridho syang dicintai, sebagai gambaran bila anda datang kepada orang yang anda cintai kemudian dia mengusir anda berkali-kali, pasti anda akan mendatanginya lagi. Dan ketika keduanya mengalami cinta seperti itu, maka sang pecinta (muhib) dan yang dicintai (mahbub) tidak lagi berada dalam kawasan hub tetapi hib (saling mencintai) sebagaimana cinta antara sahabat dan Baginda Rasul. Lain halnya bila anda tidak mencintai dengan sungguh-sungguh, maka anda akan mencampakkannya begitu saja. Begitulah ibadah kita kepada-Nya, dengan cinta kita akan terus mengetuk pintu-Nya, sampai Allah membukakannya. Sebuah usaha yang kita tempuh tanpa mengetahui hasilnya secara pasti. Setelah Mencintai Tuahn dan Rosulnya cinta yang tetap harus menjaga aromanya adalah cinta kepada orang tua. Karena Keridoan Alloh itu tergantung pada keridloan orang tua. Cinta yang datangnya darimanapun itu termasuk ujian bagi kita. Kita akan menjaadi manusia yang palin beruntung jika kita bisa memanfatkan cinta tersebut. Cinta yang datangnya dri surga itulah yang paling kita inginkan. Dengan melalui para Rosul, Sahabat, Waliyulloh kita akan dihantarkan untuk mencium bau cinta dari surga yang memabukkan.Karena kita hanya manusia yang bisa berusaha. Hati kita akan gersang, jika tidak ditumbuhi benih-benih cinta tersebut.
MADINATUL BU’US AL- ISLAMIYAH
Kamarku terletak di lantai nomer dua. Setiap hari harus naik turun tangga. Namun, itu aktifitas yang menyenangkan. Walaupun lumayan tinggi, namun setiap hari aku harus menaikinya setiap hari. Paling sedikit dua kali. Yaitu mengambil makan pagi dan makan siang.
Si Usman
Siang bearalih menggusarkan hari-hariku yang penuh kepenatan, aku suntuk, capek dan kesal. Bapak yang sedari tadi aku tunggu di depan pintu gerbang tidak kunjung datang, aku merasa takut dan pikiranku mulai melayang ke hal-hal yang kurang baik. Menakutkan..
Si Usman. Begitu panggilan akrab para tetanggaku. Aku tidak tahu mengapa bapak di panggil seperti itu, mungkin karena postur tubuhnya yang pendek kecil dan kerdil. Namun hal itu tidak membuat bapakku kecil hati. Karena mungkin sudah terlalu biasa akan panggilan yang kadang menyakitkan hatiku.
Bapak seorang pekerja keras dan sangat giat, tiap pagi ia selalu bangun pagi dan mencuci mobil. Ya, tepatnya mobil majikannya. Mana mungkin kami memiliki mobil yang hanya bisa dimiliki oleh jutawan. Bapak hanya sebagai sopir sedangkan ibuku membuka warung lontong di depan gardu dekat pasar.
Aku anak sulung dari enam bersaudara. Dengan kelima adikku aku berusaha membantu kedua orang tuaku dengan mengantarkan koran tiap pagi, sebelum berangkat sekolah. Kini aku duduk di kelas tiga SMU Kusumawijaya, sebentar lagi akan melanjutkan kuliah.
"Makne..Handoko gimana?"
"Gimana-gimana toh pakne?"
"Piye toh makne...makne...kok lupa sama anaknya?"
"Ya nggak toh pakne, emang ada apa toh?"
"Mak...."
"Iya ...."
"Handoko sebentar lagi tamat SMU, trus gimana makne?"
"Terserah Handoko aja pakne, karena dia yang menjalaninya, dan dia lebih faham kondisi kita"
"Iya, Handoko pasti maklum akan hal itu." Karena semuanya akan mengalami metamorfosis yang tidak sama. Karena itu tidak akan membuat kesalahan yang tidak sama. Itu bukan berarti kesalahan yang bisa membuat kemarahan yang sangat fatal.
Setelah mendengar percakapan semalam, yang menambah beban dalam pikiranku, aku mulai kalut. Bingung...antara iya atau tidak. Jujur saja, selama ini aku memilih apa yang kujalani atas dasar pilihan orang tuaku, karena meraka lebih tahu akan kehidupan anak-anaknya. Untuk saat ini, mungkin aku sudah dewasa dan harus memilih jalan hiupku.
"Handoko....."panggil bapak dengan suara keras dengan lari terbata-bata
"Maafkan bapak nak, bapak terlambat karena nganterin majikan ke pasar."
"Ya...Pak tidak apa-apa kok pak, mari pak masuk, acaranya baru saja dimulai."
"Iya nak mari." ajak bapak dengan nada tergopoh-gopoh.
Hari ini adalah hari yang di tunggu semua siswa-siswi SMU kusmawijaya. Hari penantian yang selama tiga tahun harus rela mendekam di sudut ruangan. Hari yang sangat menyenangkan tapi juga mendebarkan. Tak bisa ku bayangkan. Mungkin Pak Guru salah membacanya. Akupun serasa tidak percaya, ternyata akulah si Juara umum mendapatkan NEM tertinggi se kabupaten. Hatiku sedih, susah, senang campur jadi satu. Bapak hanya bisa menangis. Mungkin bangga ataupun kecewa aku tidak tahu.
Aku hanya bisa bersyukur atas apa yang telah dikaruniakan Tuhan kepadaku.
Semalaman aku tidak bisa memejamkan mataku, karena merasuk apa yang di ucapkan kedua orang tuaku kemaren.
Keesokan harinya aku dipanggil Kepala sekolah. Baliau memilih aku agar meneruskan kuliah, yang memberi kesempatan untuk meneruskan Kuliah Kedokteran di salah satu Universitas bergengsi di Bandung. Namun, Walaupun mendapatkan keringanan besar aku harus tetap membayar daftar ulang yang menurutku bayaran itu tidak sedikit, jika dibandingkan penghasilan keluargaku yang harus menghidupi tujuh kepala yang butuh makan tiap harinya.
Akupun Bingung dan selalu bingung akan kenikmatan ini. Haruskah aku Marah?atau bahagia? Atau bagaimana ya.....? aku bingung banget.
Kringggg....kringggg....
Bunyi weker itu mengagetkan lamunan tidurku, aku tidak biasanya bangun terlambat. Sampai-sampai tidak mendengar adzan subuh.
Sungguh malam ini aku kurang tidur, kepalaku pusing dan mataku berat untuk dibelalakkan.
"Han....,Han....sudah siang kok belum bangun" teriak Ibuku sambil mengetuk pintu.
"Handoko sudah bangun kok Bu,"
"Sarapan dulu sebelum berangkat." Pinta ibu, karena hari ini adalah giliranku untuk mendapatkan sarapan pagi.
" Memang mau berangkat kemana Bu, kan Handoko....."
" Sudah....sana siap-siap, katanya mau daftar kuliah."
" Lho....Emang...." gerutuku kaget
" Sudahlah...mumpung masih ada kesempatan pergunakanlah sebaik mungkin. Dan Aku sama Bapakmu hanya bisa berdo'a."
Tatapan itu lirih, sedih dan pasti, namun baru kali ini aku merasa ada setumpuk kasih sayang yang mengubur dalam jiwa orang tuaku. Kini mereka tunjukkan dalam bentuk tekad dan keinginan yang kuat, tak ingin melihat anak-anaknya sengsara. Rasa itu masih berkecamuk dalam lubuk hatiku. Akankah aku bisa mengemban amanah yang berat ini. Sebagai kepercayaan mereka untuk aku jalankan.
Ya...Demi masa depan yang lebih baik. Agaknya bapak dan ibuku sudah enggan untuk hidup sengsara dan terbiasa diabaikan orang lain. Akupun tidak mau menyalahkan nasib, mungkin memang sudah menjadi hukum alam bahwa ada yag kaya dan ada yang miskin. Ironis, banyak yang menilai dalam diri seseorang itu dengan harta yang melimpah, namun Tuhan tidak menilai akan itu semua, hanya Ketakwaan yang bisa membedakan antara manusia satu dengan yang lain.” Untung Tuhan Tidak Pernah Pilih Kasih.” Gerutuku dalam Hati
Akupun lansung memeluk ibuku yang masih mematung didepanku. Dengan deru tetesan air mata yang enggan berhenti.
"Makasih Bu..."
"Bapak kemana Bu?"
Tanyaku sambil memasukkan nasi ke dalam mulutku
"Bapak ke Rumah Pak Hendrat"
"Ngapain bu..??"
"Bapak men...nngg"
"knapa bu..?""
" Ah...Nanti juga kamu tahu Han..."
"Knapa sih Bu...kok pakai rahasia segala.." tanyaku mendesak pada ibuku.
Ku lihat Raut wajahnya yang mulai keriput dan mulai terlihat tanda-tanda penuaan.
. Ku Takkan meninggalkan mu oh...Keluarga Cemaraku. Ku kan berjuang untuk kalian semua. Terimakasih Tuhan...
###
Pada awal kalinya aku mengijakkan kaki di kuliah, aku hanya bisa menyelesaikan tugasku dengan meminjam berbagai buku yang ada. Baik dalam perpustakaan atupun milik teman yang sejurusan denganku. Menurutku itu tidak menjadi masalah. Hanya saja karena banyak orang yang iri terhadapku. Aku hanya bisa mengurut dada. Teman-temanku banyak yang menjauhiku. Aku tidak tahu. Yang jelas mereka hanya bisa mengatakan segala hal yang aku lakukan selalu ditentang oleh mereka.
“ Handoko ...kemari..??” pinta salah satu dosen pembimbing
“Ada apa Pak?”
“Tolong panggilkan Pak Hendrat di Ruang BP.”
“ Iya Pak..jawabku singkat sambil lalu.”
Sedikitpun aku tidak menaruh rasa curiga pada kedua dosen tersebut. Setelah kejadian itu selang beberapa hari aku di panggil rektor yang menyatakan bahwa aku di Drop Out dari kuliah.
Aku hanya bisa mengangguk dan menurut. Apa boleh disangka. Itu sudah menjadi takdir bagiku. Aku tidak tahu kalo aku kena damprat. Selam aini uang yang sumbangkann kepadaku adalah uang haram. Andai aku tahu pasti aku akan menolakknya. Dari kejadian itu.aku salah satu mahasiswa yang kena korban. Korban fitnah tepatnya.
Karena-kejadian itu-aku takut melangkahkan kaki pulang. Aku hanya bisa melakukan apa yang selama ini aku takutkan. Aku serasa tidak punya malu. Semua dosen menganggapku melakukan semua itu.
Beberapa hari ini aku mulai suntuk dengan kegiatan yang tidak tahu juntrungnya.
Kedua orang tuaku tidak mengetahui hal yang sebenarnya. Semuanya menjadi rahasiaku. Aku tidak tahu harus berbuat bagaimana. Ketulusan apa saja yang akan diujikan kepadaku. Karena sebenarnya orangtuakulah yang menunjukkan jalan ini.
***
Keadilan dan Kesamaan HAM memang tidak ada bedanya. Karena manusia sudah dibutakan oleh dunia.
Kalimat inilah yang selalu terngiang dalam telingaku. Pembicaraan irulah yang sering aku dengar akgir-akhir ini.Dunia adalah permainan belaka. Nikmat TuhanMu yang manakah yang akan kau dustakan.
Aku hanya bisa tersenyum lega. Atas kebebasanku. Aku memang tidak salah. Hanya korban pemfitnahan saja.
Kini aku bisa hidup cukup bahagia bersama keluargaku. Tanpa ada tetanggaku yang mengejekku lagi...si Usman yang kadang membuatku tidak bernyali, jika orangtuaku dipanggil seperti itu.
Surat Wasiat
Nenekku selalu mengajariku bagaimana cara sholat yang baik. Setiap suara adzan dikumandangkan, aku selalu dipanggilnya untuk berjama'ah di surau depan rumah. " Le, kamu harus bisa menjadi imam seperti Bapakmu".
" Ngajimu harus lebih bagus dari bapakmu. Dulu kakekmu selalu mengajarinya bagaimana cara ngaji yang baik. panjang pendeknya suatu bacaan dan..". kenang nenek sambil mengelus Wajahku.
Aku terharu melihat wajah nenek yang sudah mulai keriput dimakan usia.
Sebenarnya aku masih memiliki kedua orang tua. lengkap dengan kakek dan nenek. hanya saja aku lebih disayang dengan nenek dari ibu. lebih tepatnya selalu dimanjakan. Semenjak kakek meninggal. kasih sayangnya selalu tercurah kepadaku. Karena aku lahir tepat pada hari meninggalnya kakek.
kata nenek aku suami kecilnya.
Apapun keinginanku selalu diturutinya.
Walaupun kadang menimbulkan kontrofersi dengan ibu dan bapakku.
"Ojo kwater Le..ibumu wes tak Profokasi.."
suatu ketika aku ingin minta dibelikan gitar dan bola Volly.
Aku suka menyanyi dan main volly. walaupun aku sering bermain gitar dan bola dengan suara nyaring. tidak pernah dimarahi. hal ini membuatku dimanjakan dengan keadaan.
Namun, Tuhan selalu berpihak kepadaku. Aku selalu benar dimata nenekku. Sehingga tidak ada yang berani dengan titah nenek. Sebagai ketua keputrian rumah, nenek selalu menang dengan argumen yang kadang terlalu dipaksakan. untungnya aku tidak pernah mengecewakan mereka dalam hal apapun. otakku yang brilian dengan kemampuan yang bisa dibanggakan. baik akademis maupun non akademis.
aku selalu menjadi kejuaraan di setiap vestifal yang aku ikuti.
"Nek makasih ya...." Syukurku dlam hati mengingatnya.
20 september 2004
Nenek yang selalu melakukan hal ajaib dihadapanku. biasa membuat jarinya memutar. Bergelok dengan tangan hias diatas bulatan giok yang selalu dibawanya. kemanapun nenek pergi tak lupa dengan hiasan tangannya.pasti menyimpanya di saku. yaitu, tali yang selalu melingkar di perutnya. Walaupun kadang selalu celingukan mencarinya. kemana-mana nenek selalu membawa tasbih kecilnya. namun, nenek begitu sabar menuntunya. hanya sebentar-bentar terjaga dari tidurnya.
" Kapan kamu berangkat Nas.."
"Entah lah Nek..mungkin satu minggu lagi"
"Jangan lupa doakan nenek ya...semoga panjang umur dan bisa bertemu kembali denganmu."
" iya nek". tak terasa mataku lembab dengan air mata yang deras. membasahi jantung dan jiwaku. sehingga meronta. Menggelora. Karena akan meninggalkan orang-orang terkasih.
Aku mendapat Beasiswa untuk berangkat ke Mesir. Melanjutkan jenjang Licence di Universitas bergengsi dan tertua di Dunia. Yaitu Al-Azhar. Yang selalu menjadi impian bagi seluruh pelajar di Dunia.
"Le, Bawa ini ya. Buka setelah kau sampai di Mesir."
"Iya Nek."
Sebelum berangkat nenek membiskkan sesuatu ditelingaku.
Aku selalu ingat dengan kata-kata itu.
namun aku sering melupakanya. bahkan tidak melafazdkannya diwaktu pagi dan sore.
5 oktober 2004
Aku menginjakkan kaki pertama kali di mesir. Aku sedikit kaget dengan pemandangan alam yang sangat berbeda dengan negriku yang biasa disebut jambrut Katulistiwa. dengan keinadahan alamnya yang mengikat dan rakyatnya yang ramah membuat negriku seperti di syurga.
" Andai agama Islam turun di Indonesia mungkin tidak akan ada yang mau masuk islam."
" Pantas kalo di negri arab...Karena panasnya begini...." Aku terngiang dengan surat al-baqoroh yang remang-remang aku menghafalnya.Surga Al-Firdaus, Konon menjadi taman impian bagi umat manusia, didalamnya mengalir telaga Kustar yang tak pernah kering dengan embun kebahagiaan. tak terjangkau alam bawah sadar. Ditemani para Bidadari kayangan dari langit.
10 Desember 2004
Aku tinggal di kawasan h-10. tidak tinggal di asrama Buust al-islamyah yang terletak di kawasan Abbasea. Karena tidak ingin terikat seperti di pondok dulu. Aku tinggal berlima dengan keempat kawanku. Imam, Fatih, Muhammad dan Roni. Aku lumayan dekat dengan Roni. dia teman seangkatanku waktu di ma'had.
" Ron...mau kemana?"
" ke Warnet.."
" Chating ya..."
" Iya....yuk ikut"
"iya..."tanpa basa-basi aku langsung meluncur dibelakang Roni. aku teringat dengan nenekku. Biasanya yang masak, menyiapkan baju, dan memberku uang adalah nenek. walaupun
ah..nenek...aku rindu padamu. namun hanya semu dalam kalbu.
"aku pingin telfon rumah." bisiku dalam hati. belum bisa aku menghubungi rumah. Wakti sudah menunjukkan pukul 15.00. Tidak terasa, sudah tiga jam aku berasyik ria dengan internet.
Stelah beberapa hari di Mesir. serasa dibuaikan dengan fatamorgana yang fana. Aku hampir lupa dengan tujuan awalku dari rumah. mulai dengan game, Sisha, film, jalan-jalan dan masih banyak hiburan baru yang aku gemari. aku semakin nyandu dengan rokok. bahkan sisha rasa strawbery tak pernah terlewatkan.
25 desember 2004
Ujian term pertama akan dimulai besuk. Dengan keterbatasan kosakata yang aku miliki membuatku sulit untuk memahami muqoror yang selalu kupegang. Dengan kamus al-Asry yang selalu menemaniku belajar.
Siang malam aku belajar.Dengan bimbingan kak Fatih akhirnya mampu untuk menakhlukkan Muqoror dengan berbagi jurus yang aku praktekkan.
" Kak belajar bahasa Arab itu sulit ya?"
"Nggak juga, jika kamu mau terus belajar dan berusaha pasti bisa."
"Tapi..."
"tapi kenapa Nas, Bukankah kamu sudah berusaha. Ingatt..Alloh tidak akan menzalimi hambanya."
"Tapi Anas takut kak..takut ngecewain semua orang.terutama nenek."
"Iya..kakak juga tahu..."
"Tetap semangat ya doa kakak selalu menyertaimu, seberat apapun harus tetap dijalani."
24 maret 2005
"Seorang laki-laki itu lemah"
"Tubuhnya dikaruniai otot dan tenaga yang kuat daripada kaum perempuan, untuk melindungi hati dan perasaanya yang gampang sekali rapuh untuk menghadapi cobaan hidup. Seperti sang Bima dalam cerita pewayangan.kelihatanya saja kasar dan tak mau mengalah. Tapi sebenarnya dia tidak memiliki apa-apa selain kekerasan itu. Hanya itu bekalnya untuk menutupi dirinya yang serba kekurangan."
"Kamu jangan egois."
"Tapi aku harus bagaimana kak?"
" Wanita bukanlah makhluk lemah, tapi makhluk yang kuat."
"Dewi Arimbi adalah raksasa yang perkasa, tetapi keperkasaanya bukan keperkasaan jasmani, melainkan keperkasaan rohani. Di dalam riwayat hidup putra kedua pandawa ini, Bima dikenal sebagai lambang kekasaran dan kejujuran, tetapi bima tidak pernah melakukan kesalahan-kesalahn rohani, sebagaimana yang dilakukan oleh Arjuna. Dia selalu teguh, karena Bima memiliki seorang yang perkasa didalam rumah tangganya. Ia punya dewi arimbi yang memberinya seorang putra perkasa Gatutkoca."
" Jangan terlalu dipikir, nanti sekolahmu tambah berantakan."
" Bapakmu kawin lagi mungkin ada alasan lain."
"Tapi kenapa nggak bilang sama Anas kak?"
"Kamu harus seperti Gatutkoca."
"Ambillah hikmah yang tersimpan dari Rahasia Tuhan selama ini."
"Karena kita nggak tahu apa yang akan terjadi."
" Jangan Sedih lagi!"
" Kita hanya menjalani hidup. Kita diberi akal untuk memilih. Kamu jangan sampai kalah dengan bapakmu."
" Tunjukkan kepada ibumu."
" Dia butuh anak yang soleh untuk dijadikan cermin, kalo cerminya pecah dia akan ngaca pada siapa lagi".
"Kuatkan dirimu..!!"
"Jalan hidupmu masih panjang."
Kata-kata kak Fatih masih terngiang keras ditelingaku. membuatku tenang, namun ketenangan itu tidak betah tinggal dibenakku. hanya beberapa jam aku tenang. Aku teringat tangisan ibu, terisak menyesak di dalam hati. terus menangis. sampai bengkak kedua matanya oleh air.
Hanya diam yang bisa aku lakukan. Berdo'a agar Ibu betah menghadapi bapak yang Keras Kepala. Bapak sering marah dan suka kalap. kalau sudah kalap selalu lupa daratan. Apapun yang ada didepannya selalu dilempar. Padahal Bapakku adalah cermin bagi masyarakat. Andai mereka tahu busuknya bapakku. Mungkin tidak ada yang mau memanggilnya Pak Kyai.
12 Agustus 2005
Aku Roshib....Itu natijah yang aku terima. walaupun aku sedih, tapi kesedihanku tidak sebanding dengan kesedihan yang dialami ibu.
Hidupku di Mesir semakin berantakan. tidak jelas dan tidak tahu jluntrungnya. Kak fatih yang selalu menasehatiku entah kemana sekarang. Aku ditemani kesedihan, kepiluan dan kekecewan.
Kebahagian itu tidak lagi mampir dalam jiwaku. Aku jarang tersenyum dan kelihatan sayu.
" Le gimana Natijahmu?"
"Alhamdulillah bu."
"Syukurlah Le, Ibu juga ikut seneng."
Aku rela berbohong untuk natijahku ini. karena ini adalah tanggungjawabku. Dan aku tidak ingin melihat kesedihan lagi diraut muka ibuku. Suatu saat pasti aku akan jadi orang sukses.
"Jaga diri baik-baik ya Le."
" Cepet Pulang."
" Semoga apa yang kau impikan diijabahi Pengeran seng nggawe urip."
"Ojo lali sholate tepat waktu. Ojo sering diqodlo sholate. terutama sholat subuhe ojo campur karo serngenge."
Tiba-tiba telfon terputus. Mungkin pulsanya sudah habis. Tidak terdengar lagi suara ibu yang merdu mendera ditelingaku.
memberi ketentraman tersendiri dalam Kalbu.
17 Oktober 2005
Hari ini adalah hari Ulangtahunku yang ke-22. Ibu, bapak dan nenekku selalu memberi ucapan dan kado. walaupun seringnya hanya untaian kata yang tak bernyawa, aku tetap senang mendengarnya. Bahkan, tiap tahun di ulangnya aku tidak akan pernah bosan. Karena hari itu adalah hari bersejarah bagiku. Hari yang sangat aku tunggu.
Kini Suara tawa ibu dan Bapakku tidak serenyah yang dulu. Aku kembali kalut.
Walaupun mereka masih ingat hari ulangtahunku tapi keharmonisanya agak berkurang. Tak kudengar lagi sendau gurau dalam telfon. kata-kata datar dan hambar yang ku dengar.
Tapi kali ini lain. Kenapa nenek nggak ikut telfon. Apa yang terjadi.
Aku berusaha menghilangkan file-file buruk yang ada didalam otakku. Aku menepis kemungkinan yang terjadi pada nenekku. Tiba-tiba aku teringat dengan bingkisan nenek yang belum aku buka. Aku mencarinya di koper. Ternyata masih tersimpan rapi di selipan koper. aku lupa membukanya. karena tak terjangkau oleh mataku. Perlahan kubuka apa yang dibungkus nenek. sebuah tasbih dan surat.
Terdengar suara dering hp kesayanganku.
"Halo..."
"Alhamdulillah...knapa bu."
"Ada apa Bu...kok ibu menangis?"
" Apa yang terjadi?"
" Katakan pada Anas Bu."
"Innalillahi wa Inna Ilai Roji'un."
aku tidak bisa membawa perasaanku. aku nggak kuat jika harus ini yang aku terima.
Perlahan kubuka surat nenek dengan gemetar membasahi relung jiwaku. Serasa dunia menjatuhiku dengan beban yang berat. knapa ini bertepatan dengan tanggal lahirku????
by; Cioh
Mode Busana Dalam Perspektif Islam
Entah mengapa, seseorang yang "muslim" dan seseorang yang "muslimah" harus diserupakan dengan ikan sarden! Ia harus dibungkus oleh kaleng resmi produk sendiri. Kaleng itu ada yang impor dari Saudi, ada juga yang karya dalam negri. Kaleng itu berupa jubah, tongkat dan serban, atau berupa baju koko, peci dan sarung. Kaleng buat ikan betina tentu berbeda dan tak kalah uniknya, ia berupa kain kafan yang gelap membungkus semua tubuh indahnya, atau berupa busana antik yang -dianggap- menghiasi kemuslimahan pemakainya.
Kaleng-kaleng itu dibayar kontan oleh para peserta konsuliasi umat. Mereka optimis bahwa kaleng-kaleng itu dapat menciptakan kolektifitas yang diidamkan. Kaleng-kaleng itupun diberi nama "Islami" dan selainnya -seolah- keluar dari kota suci Islam. Tanpa menentang taradisi dan budaya tiap-tiap suku dan bangsa, penulis sekedar meluncurkan sebuah tanda tanya, mengapa kehidupan beragama semakin membeku oleh tradisi budaya?! sehingga bad image nyaris teruntukkan bagi komunitas jelata yang mencoba hidup merdeka dalam kesehariannya. Alangkah naifnya bila santapan Islam yang begitu lezat dan bergizi itu tak lagi renyah dan sukar untuk dikunyah segenap penganutnya.
Berbicara soal pakaian dalam Islam, tidak perlu merujuk pada analisa yang sempit terhadap teks-teks agama. Hal itu mesti dikubur dalam-dalam untuk menjaga kemurnian Islam. Lahirnya pakaian-pakaian Islami merupakan akibat yang cukup fatal dari kebodohan sekaligus pembodohan tersebut. Jelas-jelas istilah pakaian Islami adalah bid'ah yang tidak diperlukan umat, karena Islam tidak pernah membuat sebuah seragam bagi para pemeluknya, Islam bukan pondok pesantren, partai politik atau sejenisnya, melainkan Islam telah menganugerahi kebebasan mutlak bagi umat dalam berpakaian, selama tidak melewati tiga batas yang sudah digariskan : 1. Tidak membuka aurat, 2. Tidak menampakkan kulit (transparan), dan 3. Tidak membentuk tubuh (ketat). Tanpa melanggar tiga poin di atas, maka silahkan saja pakai apapun jenis pakaian itu dan anda tetap muslim / muslimah (kecuali kain sutera, haram bagi laki-laki saja).
Islam juga tidak lupa menganjurkan untuk berpakaian bersih dan rapi, enak dipandang mata dan sebaiknya mengikut tradisi lingkungan sekitar. Persis sebagaimana Rasul Saw. yang memakai jubah bukan karena jubah tersebut merupakan pakaian yang Islami, akan tetapi karena beliau harus menjalani adat yang sudah membudaya di sekitarnya. Kalau memang jubah dikatakan pakaian Islami, lalu mengapa Abu Jahal juga memakainya?! Jubah itu sebatas pakian orang Arab, dan karena Rasulullah diutus di Arab, maka beliau pun memakai pakaian orang Arab. Seorang muslim yang cerdas bila bermaksud mengikuti jejak Rasul, ia tidak akan memakai jubah, justru ia akan memakai pakaian kampungnya, sebagaimana Rasul dulu memakai pakaian kabilahnya. Dari itu para kiyai Indonesia yang memakai jubah dan serban justru dipertanyakan keikutannya kepada sunnah Rasul sekaligus ke-Indonesia-annya !!
Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Orang alim yang memakai pakaian orang jahil lebih baik dari orang jahil yang memakai pakaian orang alim". Penulis sangat prihatin ketika seorang sahabat enggan mengikuti seorang wali besar hanya karena sang wali memakai jas dan dasi, dan tidak menutupi kepalanya dengan serban atau peci. Sahabat lain tidak mau mendengarkan nasehat seorang mursyid hanya karena mursyid tersebut mamakai celana jeans! Kebekuan macam apa itu?! Mengapa pelepasan peci dijadikan aib? sementara terbungkusnya akal dan hati oleh kesempitan dan kekolotan tidak dianggap aib?! Nasehat para pendahulu kita adalah "Jangan tertipu oleh kemasan". Sayangnya, kita masih saja tertipu, bahkan kini, kita lah yang menipu dunia dengan kemasan kita !!
Penulis tidak melempar kritik sedikitpun atas jubah, serban, baju koko, peci, sarung dan yang senilai dengannya. Namun penulis hanya bermaksud sekiranya jenis-jenis pakaian itu tidak perlu di-Islami-kan secara berlebihan. Komunitas muslim yang tidak memakainya janganlah dicela dan disisihkan, karena hal itu akan membodohkan orang awam sekaligus menyempitkan asumsi dan respon mereka terhadap wawasan keislaman dari segala sisinya, sekali lagi, dari segala sisinya. Wala haula wala quwwata illa billah. Cadar, Sehelai Kain Yang Tak Relevan. Bukan saatnya lagi memperdebatkan hukum memakai cadar bagi wanita muslimah. Sudah disepakati jumhur ulama' bahwa cadar tidak wajib untuk dipakai. Wajah wanita tidaklah aurat, begitu juga tangannya, demikian pula suaranya. Dalam shalat yang merupakan tiang agama, wanita tidak diharuskan memakai cadar. Bahkan dalam ibadah haji, justru diharamkan bagi wanita memakai cadar dan sarung tangan. Rasulullah Saw. bersabda : " لا تنتقب المرأة المحرمة ولا تلبس القفازين " Padahal, ketika haji dilaksanakan, percampuran laki-laki dan perempuan terjadi secara besar-besaran dan di lokasi yang amat sempit. Bagi mereka yang bercadar dengan alasan mencegah fitnah dan godaan laki-laki, bukankah dalam ibadah haji fitnah dan godaan itu lebih dikuatirkan?! Di sisi yang lain, kalau memang cadar dipakai untuk mencegah fitnah dan godaan laki-laki iseng, maka kaum laki-laki sebetulnya lebih pantas memakai cadar. Al-Qur'an menceritakan Siti Zulaikha yang terus-menerus menggoda Nabi Yusuf dan sejumlah wanita yang memotong tangannya -tanpa sadar- saat melihat wajah ganteng beliau. Tidak ada perintah ataupun sebatas anjuran bagi Nabi Yusuf untuk memakai cadar!! Dan di akhir zaman ini wanita lebih banyak dan lebih iseng terhadap laki-laki. Tidak ada satupun laki-laki yang perlu pakai cadar!! Terdapat beberapa kritikan, asumsi dan tanda tanya lain yang cukup menarik dari pihak laki-laki tentang cadar, di antaranya apakah wanita yang bercadar su'uzzon sejauh itu terhadap laki-laki di sekitarnya sehingga mamakai cadar?! Di tempat lain akan ditemukan pula sejumlah laki-laki yang mengeluh karena hendak menikah dan melakukan khithbah atau mukadimah khithbah, namun kesulitan sekali sebab mayoritas wanita di hadapannya bercadar!! atau mungkin saja wanita yang dicarinya kebetulan bercadar!! Karena dalam mazhab Syafi'i disyariatkannya mukadimah khithbah agar tidak mengecewakan kaum hawa, maka cadar adalah salah satu penghalang terjadinya mukadimah khithbah dan salah satu sebab yang dapat mengecewakan kaum wanita. Apapun asumsi orang, cadar tetaplah kain yang tidak dianjrkan (tidak diwajibkan) Islam. Cadar tetaplah kain yang dilarang (diharamkan) Islam di saat pelaksanaan upacara ritual yang paling riskan (haji)! Semoga dapat menjadi bahan renungan. Jaga Mata Before Kritik Busana. Sampailah kita pada poin yang lebih penting dari sekedar kemasan. Daripada ribut menyalahkan pakaian orang, alangkah afdolnya kita lebih aktif dalam menjaga pandangan. Disini kita harus membedakan antara ghaddlul-bashar, kafful-bashar, ghaddlunnazar dan kaffunazar. Allah berfirman dalam surat al-Nur ayat 30 dan 31 : " قل للمؤمنين يغضوا من أبصارهم " " وقل للمؤمنات يغضضن من أبصارهن " Pada kedua ayat di atas kita diperintahkan untuk ghaddlul-bashar yakni menahan pandangan secara natural tanpa harus menutup mata atau menundukkannya secara terpaksa. Artinya, seseorang yang ghaddlul-bashar bisa saja memandang namun pandangan itu tidak berefek negatif pada sang pemandang. Itulah yang disebut ghaddlul-bashar yang sesungguhnya. Sebab ghadl dalam bahasa arab bermakna subur dan segar (bagi buah-buahan), dimana buah-buahan bila telah matang, ia secara alami menjadi segar dan rasanya tidak dipengaruhi apapun di sekitarnya. Begitu pula pandangan (bashar) kalau sudah ghadl maka ia akan tetap normal dan tidak tergoda oleh apapun yang dilihatnya. Senada dengan hadits yang menyatakan bahwa "Pandangan pertama untukmu (dimaafkan) dan pandangan kedua atasmu (haram bagimu)". " لا تتبع النظرة النظرة فإنما لك الأولى وليست لك الآخرة " Hadits ini acapkali disalahmengerti sehingga seseorang direpotkan dalam mengontrol pandangannya. Makna yang tepat untuk hadits tersebut adalah, pandangan pertama yaitu pandangan yang berarah pada sesuatau yang dapat menggoda, sedangkan pandangan kedua adalah pantulan pandangan pertama berupa efek negatif (godaan) yang kembali menuju mata hati si pemandang. Pandangan kedua itulah yang terlarang!. Adapun menundukkan pandangan dan berusaha sekeras tenaga untuk tidak memandang, itu tidak dinamakan ghaddlul-bashar, melainkan kafful-bashar. Karena pandangan seseorang ditundukkan bahkan dipejamkan secara sengaja dan kadang terpaksa. Sedangkan ghaddlul-bashar adalah memandang -secara tidak sengaja- tanpa mengindahkan apa yang dipandang (secara alami). Dan ghaddlul-bashar lah yang dituntut Islam. Adapun ghaddlunnazar dan kaffunnazar, ini sudah berkaitan dengan bola mata dan indra penglihatan manusia, dan bukan sekedar pandangannya. Ghaddlunnazar adalah semakna (sinonim) dengan kata kafful-bashar, sementara kaffunnazar adalah sengaja membutakan mata sendiri agar tidak lagi dapat melihat!. Esensi dan Urgensi "Libas al-Taqwa". Allah Swt. berfirman dalam surat al-A'raf ayat 26 : " يا بني آدم قد أنزلنا عليكم لباساً يواري سوءاتكم وريشاً ولباس التقوى ذلك خير " "Hai anak Adam , sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang terbaik". Pakaian takwa dalam ayat di atas telah ditafsirkan Saidina Ibnu Abbas Ra. dengan perkataannya : لباس التقوى هو العمل الصالح "Pakaian takwa adalah perbuatan yang mulia". Adapun Syekh Ma'bad al-Juhani mengatakan : لباس التقوى الحياء "Pakaian takwa adalah rasa malu". Sebagiamana pakaian menutupi aurat tubuh manusia sekaligus menghiasinya, maka takwa adalah seindah-indah pakaian yang menutupi aurat hati dan menghiasinya. Sehingga aurat zahir dan batin sama-sama terhindar dari tabarruj, dimana tabarruj adalah : التبرج هو إظهار الزينة طلباً للفاحشة Tabarruj ialah menampakkan hiasan untuk mengundang kekejian. Artinya, apabila hiasan itu hanyalah perhiasan dan tidak bertujuan maksiat, maka tidak dinamakan tabarruj. Dalam ayat di atas juga ditegaskan bahwa ketakwaan hati adalah lebih urgen dan lebih baik dari sekedar pakaian / kemasan tubuh. Sungguh, zaman sekarang tidak jarang wanita berjilbab bahkan bercadar, tapi perangainya bejat, hati dan akalnya pun kotor. Allah Swt. berfirman : " تزودوا فإن خير الزاد التقوى " "Berbekallah! Sesungguhnya sebaik-baik bekal untukmu adalah takwa". Pedoman Pakaian Muslimah. Wanita secara fithrah adalah perhiasan, keindahan, menyenangkan dan memiliki potensi kuat membawa kedamaian sebagaimana memiliki potensi untuk dijadikan alat oleh orang kafir dalam kerusakan. Potensi tersebut akan bisa terealisasi apabila ia ditata sedemikian rupa mengikuti ajaran yang fithri yaitu Islam. Untuk itu di antaranya Islam memberikan rambu-rambu yang jelas dalam masalah pakaian wanita agar tetap ada keseimbangan antara estetika dengan syariah.
Pakaian yang dikenakan oleh wanita muslimah secara syar’i ditinjau dari kondisi yang melingkupinya dapat dikelompokkan menjadi tiga; pertama, pakaian di hadapan mahram. Kedua, pakaian di hadapan suami. Dan ketiga, pakaian di hadapan lelaki ajnabi atau orang secara umum.
a) Mahram bagi perempuan adalah orang yang diharamkan menikahinya untuk selama-lamanya, karena adanya hubungan kekerabatan atau susuan. Yang termasuk mahram bagi wanita adalah ayah, kakek, paman, anak, cucu dan anak saudara laki-laki maupun saudara perempuan. Wanita di hadapan mahram diperbolehkan membuka beberapa bagian tubuh yang tidak boleh dilakukannya di hadapan selain mahram. Di antara yang boleh kelihatan di hadapan mahram adalah anggota wudlu. Selain dari mahram yang telah disebutkan tersebut, masih ada beberapa kelompok orang yang boleh melihat anggota wudlu seorang muslimah, yaitu anak kecil yang belum balig, budak, dan sesama muslimah.
Diriwayatkan bahwa Siti A’isyah Ra. mengagumi kejujuran Saidina Salim Sablan dan beliau sering memerintahkan sesuatu padanya. Pernah Siti A’isyah memperlihatkan padanya bagaimana Rasulullah Saw. berwudlu, Maka Siti A'isyah berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidungnya tiga kali, membasuh mukanya tiga kali, kemudian membasuh tangan kanannya tiga kali dan tangan kirinya tiga kali, dan meletakkan tangannya pada bagian kepalanya sambil mengusapkan kedua tangannya ke telinga kemudian dilakukannya pula pada kedua pipinya, kata Saidina Salim "Aku pernah mendatanginya untuk menebus diri, waktu itu Siti A'isyah tidak menyembunyikan dirinya dariku dan ia duduk di hadapanku serta bercakap-cakap denganku sampai aku pernah datang pada suatu hari dan kukatakan padanya, do’akan aku mendapat berkah wahai Ummul-Mu'minin, Tanya Siti A’isyah "Ada apa dengan engkau wahai Salim?" Jawab Saidina Salim "Aku telah dimerdekakan oleh Allah". Kata Siti A’isyah, "Semoga Allah memberi berkah kepadamu" kemudian Siti A’isyah menurunkan tabirnya dariku dan sejak itu aku tak pernah melihat wajahnya lagi". b) Dalam syariat Islam, suami bagi isteri ibarat pakaian bagi seseorang. Mengingat posisi yang demikian maka pakaian isteri di hadapan suami tidak ada batas mana yang seharusnya ditutup. Siti A’isyah Ra. berkata "Saya dan Rasulullah Saw. mandi dari satu bejana karena junub".
c) Ajnabi adalah laki-laki yang boleh menikahi seorang wanita, baik ketika hak menikahinya itu masih tetap atau terhalang. Yang dimaksud dengan terhalang misalnya adalah seorang suami yang ada dalam keadaan talak ba'in, meskipun untuk sementara dia kehilangan hak menikahi wanita, tetapi statusnya tetap sebagai ajnabi. Di hadapan ajnabi itu seorang muslimah harus menutupkan pakaiannya ke seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Sabda Rasulullah Saw. kepada Siti Asma' binti Saidina Abi Bakar Ra. "Sesungguhnya wanita yang telah datang bulan, tidak pantas untuk memperlihatkan bagian tubuhnya kecuali ini dan ini sambil menunjuk ke muka dan telapak tangan".
Adapun rambu-rambu yang harus dipenuhi dalam menutup aurat tersebut, telah disebutkan di atas (yaitu tiga poin pembatas pakaian dalam Islam). Hanya saja terdapat beberapa hal yang perlu didiskusikan, di antaranya : 1. Ada sebagian pihak yang tidak memperkenankan wanita memakai pakaian laki-laki, begitu juga sebaliknya. Mungkin hal itu dipandang merusak karakter, namun, perlu diingat bahwa pakaian secara 'urf adalah bersifat fleksibel. Adapun hadits yang menyatakan bahwa "Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, dan wanita yang menyerupai laki-laki" maka hadits itu tidak menyinggung / menyindir pakaian secara khusus. Akan tetapi yang dimaksud adalah kaum laki-laki yang gay dan kaum wanita yang lesbian. Sebab dalam keadaan seperti itu (homoseksual) terjadilah penyerupaan yang fatal atau penyalahfungsian kelamin secara tidak normal. 2. Sebagian pihak melarang keras pakaian yang mengandung gambar / lukisan makhluk hidup. Ini adalah upaya pemandulan terhadap seni lukis dan keindahan, dimana Islam tidaklah anti itu semua. Dan bukan saatnya lagi memperdebatkan hukum menggambar dan melukis!.
3. Sebagian pihak juga melarang keras wanita untuk berwangi-wangian. Pertanyaannya adalah, apakah wanita harus berbau busuk dan berpakaian seperti pocong ?!? Rasulullah Saw. hanya melarang wanita untuk menggunakan parfum yang baunya dapat menantang maksiat dan kekejian. Tidak lebih dari itu. Sebab wanita zaman jahiliyah dulu suka berbuat demikian dan Rasulullah tidak menyukainya. 4. Katanya, tidak boleh menyerupai orang-orang kafir dalam berpakaian. Hemat penulis, menyerupai zahir suatu kaum tidak selalu merupakan indikasi terhadap adanya persamaan teologi dengan mereka yang ditiru. Tidak pula merupakan bentuk pengakuan akan superioritas orang yang ditiru, atau indikasi cinta kepada yang ditiru. Karena orang majusi mengelilingi api untuk menyembah, maka kita boleh-boleh saja meniru dengan mengelilingi api, tapi sekedar untuk berhangat-hangatan, bukan menyembah. Niat merupakan pembeda yang sudah cukup. Adapun hadits "Barang siapa menyerupai suatu kaum maka termasuk dari golongan mereka". Hadits ini sesungguhnya memuji orang-orang jelata yang menyerupai / meniru orang-orang shalih dalam keseharian mereka. Karena seorang penyair mengatakan : تشبهوا بالكرام إن لم تكونوا مثلهم # إن التشــبه بالكــرام فـلاح Walau tak ada kesamaan, tirulah orang-orang mulia… Walau sekedar tiruan, yakinlah anda akan jaya!. Jadi, hadits di atas jangan ditafsirkan jauh-jauh. Karena orang yang berniat buruk tidak akan mendapat dosa sebelum melakukannya, sedangkan orang yang berniat baik sudah dapat pahala sebelum melakukannya. Begitu juga orang yang meniru orang kafir, tidak akan dinilai kafir jika tidak disertai niat (kesamaan keyakinan), sementara orang yang meniru orang shalih (walau zahirnya saja), insya'allah dapat juga gelar shalih. MuMut
TANYA JAWAB TEOLOGI SUFI
T: Tentunya tiada tuhan selain Allah.
J: Pasti.
T: Apa maksud dari Tiada tuhan selain Allah (La ilaha illallah)?
J: Maksudnya: Tiada satupun yang memiliki kriteria tuhan (sebagian maupun seluruhnya) melainkan Allah.
T: Kriteria tuhan?
J: Iya. Karena hanya Allah saja yang memenuhi kriteria itu maka dari itu tiada tuhan selain-Nya, dan tiada patut disembah melainkan Dia saja. Saya mengucapkan kalimat La ilaha illallah (Tiada tuhan selain Allah) sebab saya yakin hanya Dialah satu-satunya yang mempunyai kriteria tuhan.
T: Kalau ternyata saya juga memiliki kriteria itu bagaimana?
J: Siap saya sembah juga..!!
T: Loh...!!!!!!!!!
J: Iya. Seandainya ada 1000 orang memiliki kriteria itu maka saya siap menyembah 1000 orang itu semuanya tanpa kecuali.
T: Apa saja kriteria tuhan itu?
J: Ada empat kriteria, yang disebut dengan Muqtadlayat Uluhiyyah; Sabq, Ithlaq, Sarmadiyyah dan Dzatiyyah.
T: …………….. !?!?!?!?!?!?!?!
J: Iya cuma empat saja. Sabq artinya: tidak ada yang mendahlui-Nya. Tidak ada satupun mendahului keberadaan-Nya. Yang awal tanpa permulaan.
T: Apa itu Ithlaq?
J: Ithlaq artinya: mutlak dan tak terbatas, bebas dari ruang dan waktu.
T: Apa itu Sarmadiyyah?
J: Sarmadiyyah artinya: kekal dan abadi, tidak ada akhirnya.
T: Apa itu Dzatiyyah?
J: Dzatiyyah artinya: tidak ada yang mengajar-Nya, tidak ada yang menciptakan atau memberikan-Nya. Zat-Nya, semua yang ada pada-Nya, semua nama dan sifat-Nya, semua yang dimiliki oleh-Nya adalah 100% murni dari-Nya, bukan dari selain-Nya.
T: ……………..
J: Siapapun yang zatnya maupun sifatnya memiliki keempat kriteria tadi maka dia adalah tuhan yang patut disembah.
T: Fir’aun misalnya?
J: Fir’aun… coba kita seleksi bersama apakah dia tuhan yang patut disembah atau tidak? Kita mulai dari zatnya, dan kita seleksi melalui empat kriteria tuhan satu-persatu. Apakah Fir’aun orang yang pertama kali ada? bukankah banyak yang mendahuluinya? bukankah ia diciptakan dan dilahirirkan?
T: Banyak yang mendahuluinya. Ia diciptakan dan dilahirkan. Ia bukan yang awal.
J: Berarti dia sudah tidak lulus seleksi sejak kriteria pertama (Sabq).
T: Ooo…
J: Apakah ruang dan waktu telah membatasinya?
T: Iya… Berarti zatnya juga tidak memiliki kriteria kedua (Ithlaq).
J: Apakah Fir’aun masih hidup sampai sekarang?
T: Tidak. Ia sudah berakhir dan mati… Berarti zatnya tidak punya kriteria ketiga juga (Sarmadiyyah).
J: Apakah zatnya berasal dari dirinya pula? atau ada sumber dan asal usulnya?
T: Tentu ada, sebab ia diciptakan Allah dan dilahirkan kedua orang tuanya… Berarti kriteria keempat (terakhir) pun tidak dimilikinya.
J: Maka Fir’aun tidak pantas jadi tuhan.
T: Tapi Fir’aun punya sifat kuat, berilmu, berkuasa dan lain sebagainya.
J: Kita sudah menyeleksi zatnya. Sekarang mari kita seleksi sifat-sifatnya. Kekuatan, penglihatan, pendengaran, kekuasaan, ketinggian, kejayaan dan kekayaan yang dimiliki oleh Fir’aun, apakah ia yang pertama kali memilikinya?
T: Tidak…
J: Semua sifat-sifat dan kekayaan maupun otoritas yang dimiliki Fir’aun apakah bersifat mutlak?
T: Sudah pasti terbatas.
J: Apakah sifat-sifatnya itu tetap melekat padanya untuk selama-lamanya?
T: Sejak mati maka semua sifatnya lepas darinya.
J: Apakah semua sifatnya berasal dari dirinya tanpa ada yang memberikan atau mengajarnya?
T: Sudah pasti ada sumbernya.
J: Simpulkan..!!
T: Karena zat, nama dan sifat Fir’aun tidak memenuhi empat kriteria tuhan maka Fir’aun bukanlah tuhan yang patut disembah.
J: Ada pertanyaan lain?
T: Masya’allah.
J: Terima kasih kita ucapkan untuk Maulana Syekh Mukhtar Ra. (Syekh Thariqah Dusuqiyah Muhammadiyah). Saya sebutkan kembali: Muqtadlayat Uluhiyyah (kriteria tuhan) ada empat; Sabq, Ithlaq, Sarmadiyyah dan Dzatiyyah. Jika kita fahami dengan baik dan tepat maka jernihlah pikiran kita dalam membedakan antara Tuhan dan makhluk-Nya.
T: Bagaimana dengan sifat-sifat 20 yang wajib, ja’iz maupun mustahil bagi Allah? yang digagas oleh Imam Abul-Hasan al-Asy’ari?
J: Benar. Namun, terlalu panjang lebar, butuh segudang rincian, mengundang banyak pertanyaan dan perdebatan, kurang simpel, agak rumit dicerna, lumayan jauh dari kesederhanaan, cukup klasik dan tidak kontemporer, sangat memerlukan ringkasan yang lebih komprehensif dan mudah dicerna maupun difahami oleh semua orang serta lebih mampu mengkokohkan ketauhidan dan keimanan setiap muslim. Ada yang menyingkatnya menjadi 13 sifat saja, ada yang malah mengingkari dan merubahnya secara total, ada pula yang menerimanya seutuhnya namun tak mampu mengembangkan jangkauan kepercayaannya melalui teori teologi seperti itu.
T: Lalu apa saja sifat-sifat Allah menurut Thariqah Dusuqiyah Muhammadiyah ?
J: Sebelumnya, saya ingin mengemukakan bahwasanya Ahlussunnah wal-Jama’ah (oleh para ulama’) bukan hanya Asy’ariah wa Maturidiah saja, namun konsep ASWAJA meliputi 3 golongan / kelompok: Asy’ariah wa Mturidiah, Ahli hadits (ahli dalil sam’i), dan ketiga: para Mujaddid setiap zaman. Syekh Al-Qari’ menyatakan bahwasanya kaum sufi juga merupakan bagian dari ASWAJA, bahkan kaum sufi-lah sebaik-baik dan sekuat-kuat golongan walau mereka memiliki aqidah yang independen, berbeda dengan yang lain dalam metode dan beberapa furu’ dan fushulnya. Disamping kriteria tuhan yang Allah miliki, Ia juga memiliki sifat-sifat tertentu, yaitu (menurut Maulana Syekh Mukhtar Ra.) ada tujuh sifat; Alim (berilmu), Qadir (berkuasa), Murid (berkehendak), Hay (hidup), Sami’ (mendengar), Bashir (melihat), dan Mutakallim (berbicara / berfirman).
T: Manusia juga bisa memiliki ketujuh sifat itu..!!
J: Namun terlepas dari keempat kriteria tuhan.
T: Iya, benar..!
J: Sifat-sifat dan nama-nama Allah boleh saja dinisbatkan kepada selain Allah namun yang pasti terlepas dari Muqtadlayat Uluhiyyah yang mana itu telah menafikan ketuhanannya. Contohnya Nabi Isa as. adalah khaliq (pencipta) “Anni akhluqu lakum minaththini kahai’atiththayr” namun ke-khaliq-an beliau terlepas dari Muqtadlayat Uluhiyyah maka ia bukan tuhan walaupun mampu menciptakan, sebab ia menciptakan burung melalui izin Allah maka tidak dzatiy namun muktasab, dan tidak muthlaq melainkan muqayyad. Begitu juga nama Rahim, Karim, Kabir, Aziz, dll. jika dilekatkan pada selain Allah maka boleh saja tanpa dicampur dengan Muqtadlayat Uluhiyyah. Sebab bagaimanapun, tetap tidak akan Sabiq (masbuq), tidak Muthlaq (muqayyad), tidak Sarmadiy (yantahi / lahu nihayah), dan tidak Dzatiy (muktasab). Contohnya banyak dalam Qur’an: “Rasulin karim”, “Dzibhin Azim”, “Syaikhun kabir”, “Rasulun min anfusikum azizun”, dll. Kecuali nama Allah dan nama Arrahman, tidak boleh dinisbatkan kepada selain Allah, sebab sifat Uluhiyyah dan Rahmaniyyah tidak dimiliki oleh siapapun melainkan Allah Swt. saja.
T: Ooo…
J: Terkadang juga kita tidak menyadari bahwa nama ‘Allah’ bukanlah nama zat-Nya, melainkan ia adalah nama sifat ketuhanan-Nya, sebagaimana Rahim adalah nama sifat kasih sayang-Nya dan Karim sebagai nama sifat kemuliaan-Nya.
T: Lalu apa nama zat-Nya?
J: Karena zat-Nya adalah gaib mutlak maka nama zat-Nya pun gaib, tidak diketahui oleh siapapun melainkan orang-orang yang dikehendaki-Nya saja, nama zat-Nya itulah yang disebut dengan Ism A’zam yang kadang juga berubah setiap zaman dan berbeda-beda di setiap imam.
T: Ooo… Jadi Ism A’zam itu adalah nama yang mengisyratkan zat-Nya?
J: Iya. Berdo’a dengannya, pasti terkabul.. karena Ism A’zam itu merupakan kunci ghaib dan berubah-rubah setiap zaman pada imammnya sebab kunci ghaib tidak satu, tapi banyak sebagaimana firman Allah: “Wa’indahu mafatihul-ghaib” bukan: Wa’indahu miftahul-ghaib !! Ada pertanyaan lain?
T: Kapan seseorang itu dikatakan kafir?
J: Bila ia menisbatkan kepada Allah hal-hal yang Ia maha suci darinya.
T: Apa saja hal-hal itu?
J: Allah Swt. maha suci dari 10 perkara; Kam (kuwalitas), Kaif (kuantitas), Ain (tempat), Nid (pembanding), Dlidl (lawan), Syabih (keserupaan / kemiripan), Matsil (kesamaan), Syarik (sekutu), Zaujah (isteri), dan Walad (anak). Pokoknya apapun yang terlintas di benakmu tentang zat Allah maka Ia maha suci darinya (Wakullu ma khathara bibalika halik, wallahu bikhilafi dzalik).
T: Kapan seseorang itu dikatakan musyrik?
J: Bila ia menisbatkan sifat ketuhanan kepada selain Allah. Bila ia menyekutukan dan menuhankan selain Allah dengan menisbatkan kepadanya Muqtadlayat Uluhiyyah.
T: ………...............
J: kemudian hindarilah Awhaluttauhid..!!
T: Apa itu?
J: Awhaluttauhid merupakan kontaminasi bertauhid (hal-hal yang dapat menodai bahkan merusak ketauhidan seorang muslim).
T: Apa saja hal-hal itu?
J: Ada empat; Hulul, Ittihad, Tasybih dan Ta’thil.
T: Apa itu Hulul?
J: Hulul adalah berkeyakinan bahwasanya Allah Swt. telah menempati atau merasuki makhluk-Nya sebagaimana keyakinan kristen bahwa Allah Swt. telah merasuki Siti Maryam as. yang kemudian akhirnya melahirkan anak tuhan (Isa).
T: Apa itu Ittihad?
J: Ittihad adalah berkeyakinan bahwa Allah Swt. bersatu (menyatu) dengan makhluk-Nya sebagaimana keyakinan nasrani bahwa Allah telah bersatu dengan Isa.
T: Lalu apa itu Tasybih?
J: Tasybih adalah berkeyakinan bahwa Allah Swt. serupa dengan makhluk-Nya, yang kemudian lalu menyembah makhluk itu. Rasulullah Saw. bersabda: “Al-Mushawwiruna finnar”; Sesunguhnya orang-orang yang meyakini di dalam hati mereka bahwa Allah Swt. dapat digambarkan dalam bentuk tertentu kemudian mereka menyembahnya, maka mereka akan dijerumuskan ke dalam api neraka. Sebagaimana orang yang meyakini bahwa Tuhan menyerupai sapi kemudian mengkultuskannya, atau beri'tikad bahwa Tuhan menyerupai benda-benda luar angkasa seperti matahari, bintang, rembulan dan lain sebagainya.
T: Ta’thil?
J: Ta’thil adalah menafikan / mengabaikan (meniadakan) fungsi asma’-Nya, dan mengatakan bahwa Allah Swt. bekerja dengan zatnya, sementara nama-nama-Nya tidak berfungsi (hanya sebatas nama). Seakan menyerupakan Allah dengan manusia sebab nama-nama manusia hanya sebatas nama dan tidak bekerja. Sementara nama-nama Allah tentu beda dengan nama-nama manusia yang hanya sebatas nama. Zat Allah berbeda dengan zat kita, maka nama-nama-Nya pun tentu harus berbeda. Bila kita samakan maka inilah yang disebut Ta’thil sekaligus Tasybih.
T: berarti nama-nama Allah itu riil dan aktif bekerja, bukan sebatas nama sebagaimana nama-nama kita?
J: Iya.
T: Lalu?
J: Tentunya Allah maha suci dari bekerja dengan zat-Nya. Ia selalu bekerja dengan asma’ dan sifat-Nya.
T: Maksudnya?
J: Misalnya ketika Allah hendak menciptakan Nabi Adam as. Ia bekerja dengan nama al-Mubdi’, lalu ketika Allah hendak mengumpulkan bahan-bahan untuk menciptakannya maka Ia bekerja dengan nama (ism) al-Mujid, kemudian Adam mulai diciptakan Allah dengan nama al-Khaliq, kemudian dibentuk dengan nama al-Mushawwir, lalu dikokohkan dengan nama al-Qawiy dan al-Matin, kemudian dihidupkan dengan nama al-Muhyi, lalu penglihatan dan pendengarannya diaktifkan oleh Allah dengan nama Sami’ dan Bashir-Nya, kemudian Allah memberinya rizki dengan nama Raziq-Nya, begitu seterusnya sampai nyawa tercabut dengan nama al-Qabidl dan diwafatkan dengan nama al-Mumit kemudian dibangkitkan dengan al-Ba’its. Begitu pula nama-nama serta sifat-sifat yang lain masing-masing tidak athlan atau mu’aththal melainkan aktif bekerja sesuai kehendak dan ketentuan zat-Nya yang maha suci.
T: Ooo…
J: Sebagai pendekatan semata, saya ingin meberi contoh seorang presiden yang bertanggung jawab terhadap pendidikan, kesehatan, keamanan, transportasi, makanan dan ekonomi rakyatnya. Apakah ia mengurus semua itu dengan zatnya? mengajar sendiri di setiap sekolahan? merawat sendiri di setiap rumah sakit? memperbaiki jalan raya dengan tangannya sendiri (zatnya)? Tentu tidak, melainkan dengan sifat kepresidenannya. Dengan keaktifan bawahan-bawahan dan suruhan-suruhan-Nya. Namun semua itu adalah ketentuan dan urusannya pula sebab ia yang berkehendak dan berkuasa.
T: Ooo…
J: Rakyat tidak berinteraksi dan berkomunikasi dengan zat presiden secara langsung, melainkan dengan sifatnya sebagai pemimpin negara, dan berhubungan langsung dengan para pekerja yang telah dipekerjakan oleh presiden.
T: Ooo…
J: Maka dari itu, di saat kita berdo’a memohon rizki, kita mengadu dan bermunajat kepada-Nya dengan memanggil nama Razzaq-Nya (ya Razzaq), di saat sakit memanggil nama Syafi-Nya (ya Syafi), di saat miskin memanggil nama Mughani-Nya (ya Mughni), di saat lemah memanggil nama Qawiy dan Matin-Nya (ya Qawiyyu ya Matin), ketika dizalimil memanggil nama Hakam dan Adl-Nya (ya Hakamu ya Adlu), begitu seterusnya sehingga Allah pun segera mengaktifkan nama-nama-Nya yang dengannya Ia memenuhi hajat kita.
T: Ooo…
J: Kembali saya menyebut ulang Awhaluttauhid yang harus kita hindari sejauh-jauhnya; Hulul, Ittihad, Tasybih dan Ta’thil.
T: Masya’allah… Semoga tauhid kita kokoh dan tsabit.
J: Apa itu tauhid?
T: ……….!?!?!?!?
J: Tauhid itu artinya pengesaan, menyakini bahwa Allah itu esa, Allah itu ahad sekaligus wahid. Tauhid adalah membersihkan ke-ahad-an dan ke-wahid-an Allah itu dari hal-hal yang tidak layak bagi-Nya.
T: Ahad dan Wahid…?!?
J: Maulana Syekh Mukhtar Ra. mendefinisikan tauhid dengan: Tanzihul-ahad anil-adad wa tanzihul-wahid anitta’addud. Mensucikan sifat esa-Nya dari bilangan dan mensucikan sifat tunggal-Nya dari berbilang-bilang.
T: Apa perbedaan antara sifat esa (ahad) dengan sifat tunggal (wahid)?
J: Al-ahad la yu’ad wala yata’addad. Wal-wahid yu’ad wala yata’addad.
T: ……………..?!?!?!?
J: Ahad (sifat esa) itu bukanlah bilangan dan tidaklah terbilang (bukan satu. Maka tidak ada duanya), dan tidak pula berbilang-bilang (tidak banyak). Sedangkan wahid (sifat tunggal) itu terbilang (ia satu dan ada duanya bahkan tiga dan empatnya pun ada) namun walau demikian ia tetap tak berbilang-bilang (tidak banyak, tetap satu / tunggal).
T: …………….……
J: Allah Swt. itu maha ahad dan maha wahid. Ia ahad dari segi zat dan ketuhanan-Nya, dan Ia wahid dari segi asma’ dan sifat-Nya. Sebab zat-Nya tak terbilang dan tak berbilang-bilang, sementara asma’ dan sifat-Nya terbilang (1, 2, 3, sampai 99) namun yang memilikinya tak berbilang-bilang (tidak banyak, tetap satu yaitu Allah swt.).
T: ………………..
J: Untuk lebih mengerti perbedaan antara ke-ahad-an dan ke-wahid-an, maka sebagai contoh: anda sendiri… Anda itu ahad dan wahid. Ahad dari segi zat anda sendiri dan sidik jari yang anda miliki, tak terbilang satu, dan tidak ada duanya, dan hanya anda saja yang memilikinya. Sementara anda itu wahid dari segi sifat-sifat anda sebagai orang yang baik, pemurah, kuat, kaya dan lain sebagainya, sifat-sifat anda terbilang (1, 2, 3, 4….) namun anda tetap satu dan tak berbilang-bilang (tidak banyak) yaitu anda sendiri.
T: Ooo…
J: Maka dari itu, tauhid adalah membersihkan ahadiyah Allah dari adad (bilangan), dan membersihkan wahidiyah-Nya dari ta’addud (berbilang-bilang / banyak).
T: Bukannya ahad dengan wahid itu sama?
J: Tidak sama. Bila kita campuradukkan antara ahad dan wahid maka itu mengakibatkan ilhad “Wa dzarulladzina yulhiduna fi asma’ihi”, dan seolah kita telah mengatakan bahwa zat Allah itu banyak dan berbilang-bilang.
T: Ooo…
J: Ada pertanyaan lain?
T: …………
J: Ketahuilah juga bahwa Tauhid itu memiliki nama, kata dan simbol. Namanya: La ilaha illallah. Katanya: Allah. Simbolnya: Ha.
T: Maksudnya?
J: Sebagaimana United Stated of America sebagai nama, America sebagai kata / sebutan, dan USA sebagai simbol / singkatan.
T: ……………
J: Ada pertanyaan lain?
T: Bagaimana hubungan antara Allah, Nabi dan Wali?
J: Antara Tuhan, Nabi dan Wali tidak ada pemisahan dan sekaligus juga tidak ada penyatuan / pencampuradukan.
T: …………………….
J: Jika dipisahkan maka seolah-olah apa yang dimiliki oleh Nabi dan Wali bukan bersumber dari Tuhan melainkan dari diri mereka masing-masing. Nabi / Rasul adalah utusan Tuhan, Wali adalah kekasih Tuhan sekaligus pewaris Nabi. Maka tidak boleh dipisahkan “Walillahil-izzatu wa lirasulihi wa lil-mu’minin”… “Wa quli’malu fa sayarallahu amalakum wa rasuluhu wal-mu’minun”.
T: Dan jika disatukan maka terjadilah trinitas…..
J: Benar. Jadi kita harus tanam dalam lubuk hati kita Nuqthah Muhayidah agar dapat meraih Shirat Mustaqim. Tuhan tetap tuhan dan tidak akan berubah menjadi nabi atau wali. Nabi tetap nabi, tidak akan pernah berubah menjadi tuhan atau wali. Demikian pula Wali tetap wali, tidak akan pernah berubah menjadi tuhan atau nabi.
T: Artinya; nabi tidak boleh dituhankan dan wali tidak boleh dinabikan dan juga tidak boleh dituhankan?
J: Iya. Bila dicampuradukkan maka kita telah mengikuti jejak nasrani. Jangan pula dipisahkan karena bila dipisahkan maka kita telah mengikuti jejak wahabi yang selalu mengabaikan para utusan dan kekasih Tuhan dengan alasan bahwa kebaikan hanya ada pada Tuhan dan hanya boleh diminta langsung dari Tuhan, seakan-akan yang ada pada nabi dan wali itu bukan pemberian Tuhan untuk kita melalui mereka, seolah-olah Tuhan tidak pernah mengutus prantara, seakan-akan nabi dan wali tidak pernah ada fungsinya.
T: …………………
J: Allah berfirman : “Idz yaqulu li shahibihi la tahzan innallaha ma’ana”; Nabi berkata kepada Wali: Jangan bersedih, Tuhan bersama kita… amat jelas, sekali lagi, tidak boleh ada pemisahan dan tidak pula boleh ada penyatuan / pencampuradukan.
T: Boleh dijelaskan lagi tentang tidak bolehnya ada pemisahan?
J: Maulana Syekh Mukhtar Ra. menggagas sebuah kaidah yaitu: ‘Laisa ainuhu wa laisa ghairuhu’. Artinya: Para nabi dan rasul adalah bukan Allah dan bukan pula selain Allah. Para wali juga demikian, bukan Allah dan bukan nabi, bukan pula selain Allah atau selain nabi.
T: Bukan Allah sudah pasti. Bukan selain-Nya….?!?!?!
J: Bukan selain-Nya berarti: Mereka itu adalah utusan-utusan-Nya, suruhan-suruhan-Nya, kekasih-kekasih-Nya, prantara-prantara menuju-Nya, maka apa yang dibawa oleh mereka merupakan persis apa yang ada pada-Nya. Allah berfirman: “Barang siapa taat kepada Rasul maka ia telah taat kepada Allah” sebab Rasul walau ia bukan Allah (bukan zat Allah / bukan tuhan) namun ia juga bukan selain Allah, toh ia merupakan utusan yang ma’dzun dari Allah. Buktinya: Taat kepada Rasul = (sama dengan) Taat kepada Allah.
T: Ooo… Jadi fungsi diutusnya Rasul maupun Wali adalah untuk menyampaikan hidayah Allah kepada umat manusia yang dengan mentaati mereka maka telah mentaati Allah swt.
J: Al-khairu kulluhu biyadillah, yadla’uhu haitsu yasya’, wa alaina an na’khudzahu wa nathlubahu haitsu wadla’ahu. Segala jenis kebaikan ada di tangan Allah, namun Ia meletakkan kebaikan itu pada siapa saja yang Ia kehendaki. Kewajiban kita hanyalah mengemis kebaikan-Nya itu dimana Ia meletakkannya. Ada pertanyaan lain?
T: Bagaimana dengan ayat “Yadullahi fauqa aidihim”? Apa yang dimaksud dengan tangan Allah dalam ayat itu?
J: Setiap kata benda bila dinisbatkan kepada manusia maka penisbatan tersebut kadang merupakan nisbah juz’iyyah seperti kalimat Anfi (hidungku), Aini (mataku), Rijli (kakiku). Kadang pula penisbatan itu merupakan nisbah milkiyyah seperti Sayyarati (mobilku), Sa’ati (jamku), Kitabi (bukuku). Sedangkan bila sebuah kata benda dinisbatkan kepada Allah maka satu-satunya penisbatan tersebut adalah nisbah milkiyyah (kepemilikan), dan tidak ada kemungkinan sedikitpun bahwa penisbatan tersebut merupakan nisbah juz’iyyah yang berarti Allah tersusun dari pelbagai unsur.
T: Ooo…
J: Naqatullah (unta Allah), Narullah (neraka Allah), Abdullah (hamba Allah), Yadullah (tangan Allah)…. Semua yang dinisbatkan kepada Allah maka bermakna milik-Nya, bukan bagian dari-Nya. Dan oleh karena semua yang ada di dunia ini adalah milik-Nya maka tidak ada salahnya menisbatkan apapun kepada-Nya…. Komputer Allah, botol Allah, kursi Allah, pintu Allah, meja Allah, kaki Allah, hidung Allah, rambut Allah, dll. dengan catatatn: semua penisbatan itu merupakan nisbah milkiyyah semata, dan bukan nisbah juz’iyyah.
T: Iya iya iya…
J: Lalu bagaimana kita menafsirkan ayat “Yadullahi fauqa aidihim”?
T: Tangan milik Allah di atas tanagn-tangan mereka?
J: Iya, dan tangan milik Allah di sini adalah tangannya Rasulullah Saw. (tangan yang merupakan bagian dari jasadnya). Sebab jika seluruh jasad beliau adalah milik Allah maka bagian-bagian beliau pun adalah milik-Nya juga, sebagaimana seseorang mengatakan mobilku (mobil milikku secara keseluruhan) maka ia sangat berhak mengatakan juga: banku, kursiku, kacaku, sebab ia telah memiliki mobil secara keseluruhan maka bagian-bagiannya pun adalah miliknya. Rasul Saw. adalah milik Allah, maka tangan, kaki dan kepala beliau adalah milik Allah juga dan tidak salah dinisbatkan kepada-Nya dengan penisbatan kepemilikan.
T: …………………..Iya iya
J: Perhatikan redaksi ayatnya baik-baik: “Innalladzina yuba’yi’unaka innama yuba’yi’unallaha yadullahi fauqa aidihim”; Sesungguhnya para sahabat yang dibai’at olehmu hai Muhammad adalah sebenarnya mereka dibai’at oleh Allah… setelah itu Rasul meletakkan tangan suci beliau di atas tangan-tangan para sahabat (saat bai’at) lalu Allah melanjutkan: Tangan Allah di atas tangan-tangan mereka. Tangan Muhammad yang menjadi milik Allah itu di atas tangan-tangan mereka.
T: Masya’allah….
J: Ayat tersebut mengatakan “Fauqa aidihim” (di atas tangan-tangan mereka), bukan Fauqa aidikum (di atas tangan-tangan kalian)… berarti Rasul tidak termasuk mereka sebab tangan beliaulah yang saat itu berada di atas tangan-tangan mereka… Tangan Rasul itulah tangan Allah swt… Tangan bagian Rasul itulah tangan milik Allah swt.
T: Bukankah tangan-tangan mereka adalah milik Allah juga?
J: Hikmah dari ayat itu adalah untuk menguatkan bahwa Rasul dan Allah tidak boleh dipisahkan (Laisa ainuhu wa laisa ghairuhu). Taat kepada Rasul = taat kepada Allah. Bai’at dengan Rasul = bai’at dengan Allah (tidak beda sama sekali, kecuali dalam hal menyembah saja, maka hanya Allah-lah yang wajib disembah). Hikmah ayat itu untuk menambah keyakinan para sahabat bahwa Rasul bukanlah selain Allah (tidak boleh dipisahkan).
T: Iya iya, sekarang saya faham.
J: Ada pertanyaan lain?
T: Qur’an itu qadim atau hadits?
J: Qur’an itu qadim dan hadits. Qadim dari segi kalam Allah. Hadits dari segi qaul Rasulullah.
T: Perbedaan kalam dengan qaul?
J: Ibarat presiden yang mengirim salam kepada hadirin pada sebuah pertemuan. Walaupun ia tidak datang, namun melalui menteri, salam tersebut disampaikan. Ditinjau dari segi kalam, salam tersebut adalah kalam presiden. Sedangkan ditinjau dari segi qaul, salam tersebut adalah qaul sang menteri. Maka al-Qur’an adalah kalam Allah (qadim) sekaligus qaul Rasulullah (hadits) sebab beliaulah yang menyampaikannya kepada umat, maka al-Qur’an adalah qadim dan hadits. Allah berfirman: “Innahu laqaulu Rasulin karim”; Sesungguhnya al-Qur’an adalah qaulnya Rasul yang mulia.
T: Manusia itu musayyar atau mukhayyar?
J: Manusia itu mukhayyar dalam keadaan tahu dan mampu. Musayyar dalam keadaan tidak tahu atau tidak mampu. Orang yang mukhayyar disebut Abdu amr, sedangkan orang yang musayyar disebut Abdu iradah. Orang yang mukhayyar itu mukallaf dan dihisab, sedengkan yang musayyar tidak mukallaf dan tidak dihisab.
T: Allahu Akbar….!!!!
J: Apa maksudmu mengatakan Allahu Akbar?
T: Saya kagum.
J: Maksudku: apa artinya Allahu Akbar?
T: Allah maha besar dari segala sesuatu (Allahu Akbar min kulli syai’).
J: Apakah Allah adalah sesuatu (syai’) sehingga ukuran-Nya dibanding-bandingkan dengan ukuran sesuatu yang lain? apakah Allah berukuran besar dan panjang? Apa layak Allah dibanding-bandingkan dengan makhluk-makhluk-Nya?
T: Lalu apa makna Allahu Akbar?
J: Allah maha besar untuk diketahui (Allahu Akbar min an yu’raf). Allah itu muthlaq dan tidak muqayyad oleh ruang, waktu, ukuran maupun berat. Allah maha suci dari itu semua. Allah tidak bisa diketahui oleh siapapun. Allah maha besar untuk dideteksi atau diukur atau dikenal secara sempurna. Apapun yang terlintas di benak kita tentang-Nya maka Dia maha besar dan maha suci dari itu semua “Subhana Rabbika Rabbil-izzati amma yashifun”.
T: Ooo…
J: Syekh Abu Yazid al-Busthami Ra. pernah ditanya: Apakah Allahu Akbar berarti Allah maha besar dari yang selain-Nya (dari segala sesuatu / dari segala-galanya)? Beliau menjawab: Tidak ada sesuatupun bersama-Nya sehingga Ia menjadi lebih besar darinya. Beliau ditanya kembali: Lalu apa maknanya? Beliau menjawab: Allahu Akbar artinya Allah maha besar untuk dikias dengan manusia atau dijadikan sebagai alat mengkias atau dijangkau oleh panca indra (Akbar min an yuqasa binnas, aw yadkhula tahtal-qiyas aw tudrikahul-hawas).
T: Terima kasih sebelum dan sesudanhya, malam ini saya sudah dapat banyak ilmu.
J: Syai’ lillah Maulana Syekh Mukhtar.